Penulis: Dewi Lestari "DEE"
Bertambahnya usia bukan berarti kita
paham segalanya.
Pohon besar tumbuh mendekati langit
dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun
masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih
pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan
setetes embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan
di langit dan tak kenal tiang listrik?
Waktu kecil dulu, kupu-kupu masih
sering hinggap di pucuknya. Kini burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya,
kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun jangan sekali-kali ia merendahkan
kupu-kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia
tak mampu lagi.
Setiap jenjang memiliki dunia sendiri,
yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi. Tak bisa kembali ke
kacamata yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari semula. Rambut putih
tak menjadikan kita manusia yang segala tahu.
Dapatkah kita kembali mengerti apa
yang ditertawakan bocah kecil atau yang digejolakkan anak belasan tahun seiring
dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan? Karena kita tumbuh ke atas
tapi masih dalam petak yang sama. Akar kita tumbuh selalu ke dalam dan tak bisa
terlalu jauh ke samping. Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan
bertemu kalau tidak dijembatani.
Jembatan yang
rendah hati, bukan kesombongan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar